MEMORI BANDING PERDATA

 


MEMORI BANDING

TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI ..........

Nomor: .......... tanggal .........


Antara :

........................ Selanjutnya disebut sebagai Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi

Melawan :

........................Selanjutnya disebut sebagai Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi


Jakarta, ..........

KEPADA

Yth. KETUA PENGADILAN TINGGI ........

DI-.................

Melalui :

Yth. KETUA PENGADILAN NEGERI ..........

Di-....................


Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

ERLANGGA SWADIRI, S.H.

Advokat & Penasihat Hukum  pada Law Office SWADIRI & PARTNERS yang beralamat di , yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. ............... tertanggal  .......

Selanjutnya disebut PEMBANDING/PENGGUGAT KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI

Dengan ini menyampaikan Memori Banding terhadap Putusan Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri .......... Nomor: ............. tanggal ....... untuk dan atas nama:

Nama PEMBANDING/PENGGUGAT KONVENSI/ TERGUGAT REKONPENSI ............

Alamat .....................


PENDAHULUAN

Bahwa sebelumnya mohon dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan seluruhnya terulang kembali segala hal dibawah ini : 

  1. Permohonan pemeriksaan perkara pada tingkat Banding yang diajukan oleh PEMOHON BANDING/PENGGUGAT KONVENSI/TERGUGAT REKONPENSI dan telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri .........dengan Nomor: ......... Pada hari .......tanggal .......; 
  2. Seluruh materi Putusan Pengadilan Negeri.........Nomor: ......... tertanggal .........;
  3. Materi Gugatan asli yang telah dijadikan dasar pemeriksaan dan terbitnya Pengadilan Negeri ,,,,,,,,,sebagaimana telah disebutkan diatas; 
  4. Materi segala Jawaban/ Sanggahan/ Replik-Duplik/ Tanya Jawab baik secara lisan maupun tertulis dari Para Pihak bersengketa serta semua alat bukti dan keterangan saksi-saksi di persidangan; 
  5. Segala catatan, keterangan dan informasi-informasi yang seluruhnya tercantum dalam Berita Acara Persidangan atas perkara ini selama dalam pemeriksaan dimuka sidang tingkat pertama; 
  6. Serta lain-lain hal yang terjadi, yang dipermasalahkan, yang ditetapkan/ diputuskan, baik diluar persidangan maupun dalam persidangan, yang kesemuanya menjadi unsur pendukung terbitnya Putusan Pengadilan Agama Serang  tersebut diatas.

Bahwa dalam Memori Banding ini, PEMOHON BANDING/PENGGUGAT KONVENSI/TERGUGAT REKONPENSI hendak mengajukan Memori Banding sebagai keberatan-keberatan atas Putusan Pengadilan Negeri ........ Nomor: ......... tertanggal ..........., yang Amarnya menyatakan sebagai berikut:

MENGADILI:

DALAM KONVENSI:

DALAM EKSEPSI:

- Menolak eksepsi Tergugat Konvensi untuk seluruhnya;

DALAM POKOK PERKARA:

- Menolak gugatan Penggugat Konvensi untuk seluruhnya;

DALAM REKONVENSI:

  1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan bahwa Akta Kesepakatan Bersama  yang ditandatangani Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi dihadapan Turut Tergugat selaku Notaris sah dan berharga;
  3. Menghukum Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi untuk mematuhi dan melaksanakan Akta Kesepakatan Bersama  yang ditandatangani Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi dihadapan Turut Tergugat selaku Notaris;

DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI:

- Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sejumlah ;

Bahwa atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 3........ yang diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada tanggal ......, Pemohon Banding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi telah menyatakan Permohonan Banding pada Pada hari ...... tanggal ......., sesuai dengan Risalah Pernyataan Permohonan Banding Nomor: ....... Dengan demikian, Permohonan Banding ini diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan. 

Berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan menyatakan: “Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan”.

Demikian pula penyerahan Memori Banding ini masih dalam tenggang waktu yang disyaratkan oleh Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 199 ayat (1) Rechtsreglement Buitengewesten (RBG) yang menyatakan bahwa: “….jika dikehendaki (pemohon banding), dapat disertai dengan surat memori dan surat lain yang dianggap perlu…”.

Selain itu hal yang sama juga diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan yang menyatakan:

“Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan, asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri itu.”

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka adalah layak dan beralasan hukum jika Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini menerima Permohonan dan Memori Banding ini.


ALASAN-ALASAN PERMOHONAN BANDING

DALAM POKOK PERKARA

BAHWA PEMBANDING /PENGGUGAT KONVENSI/ TERGUGAT REKONVENSI TIDAK SEPENDAPAT DENGAN PERTIMBANGAN JUDEX FACTIE PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT  YANG MENYATAKAN MENOLAK DALIL PEMBADING /PENGGUGAT KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI YANG MENDALILKAN PEMBUATAN AKTA KESEPAKATAN BERSAMA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA TELAH BERTENTANGAN DENGAN HUKUM KARENA DIBUAT HANYA DALAM BAHASA INDONESIA TANPA ADA PENERJEMAHANNYA DALAM BAHASA YANG BIASA DIGUNAKAN OLEH PEMBANDING /PENGGUGAT KONVENSI/ TERGUGAT REKONVENSI

Pertimbangan Judex factie dalam Putusan No ....... tanggal ....... pada halaman 40 paragraf 3  yang pada pokoknya sebagai berikut : “......Sehingga menurut Majelis Hakim adalah mustahil apabila Penggugat Konvensi sejak tahun 1997 hingga tahun 2020 tinggal di Indonesia tidak mengerti atau atau memahami bahasa Indonesia......”

Bahwa pertimbangan tersebut sangatlah tidak beralasan hukum dan tidak berdasar. Jangka waktu tinggal Pembanding /Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi yang dijadikan dasar pertimbangan, tidaklah dapat menentukan kemampuan seseorang dalam memahami atau mengerti suatu bahasa. Terlebih bahasa tersebut bukanlah bahasa yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari Pembanding /Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi.

Selain itu, sebuah Akta Notaris apa pun bentuknya, tentu didalamnya bukan hanya menggunakan bahasa Indonesia pada umumnya. Tetapi juga menggunakan bahasa hukum yang tentu saja Pembanding /Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi sulit untuk memahaminya.

Bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2009 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, Pasal 31 ayat (2) menyatakan: “Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris”. Selain itu, Perpres No. 63 tahun 2019 2009 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, Pasal 26 ayat (2) menyatakan: “Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris”.

BAHWA PEMBANDING /PENGGUGAT KONVENSI/ TERGUGAT REKONVENSI TIDAK SEPENDAPAT DENGAN PERTIMBANGAN JUDEX FACTIE PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT  YANG MENYATAKAN MENOLAK DALIL PEMBADING /PENGGUGAT KONVENSI/TERGUGAT REKONVENSI YANG MENDALILKAN PEMBUATAN AKTA KESEPAKATAN BERSAMA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (GONO-GINI)  TELAH BERTENTANGAN DENGAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA YAITU PASAL 126 KUH PERDATA DAN PASAL 128 KUH PERDATA SERTA PASAL 1320 ANGKA (4) KUH PERDATA

Pertimbangan Judex factie dalam Putusan No 34/Pdt.G/2021/PN JKT.BRT tanggal 2 Agustus 2021 pada halaman 42 - 45 yang pada pokoknya sebagai berikut :

Pertimbangan Judex Factie (hal. 42 Paragraf 3 ): “Menimbang bahwa menurut pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut  setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatya seperti suatu undang-undang. Atau dengan perkataan lain dalam soal perjanjian kita diperbolehkan membuat Undang-undang bagi diri sendiri. Sedangkan ketentuan pasal-pasal dari Hukum Perjanjian dalam KUH Perdata hanya berlaku, apabila pihak-pihak tidak mengadakan aturan-aturan tersendiri dalam perjanjian-perjanjian yang dibuat. Hal ini berkaitan erat dengan asas Hukum Perjanjian yang menganut system terbuka yang memberikan kebebasan yang seluas luasnya untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan”. 

Terhadap pertimbangan tersebut, kami sampaikan sebagai berikut:

Bahwa Pertimbangan Judex Factie tersebut diatas tidaklah tepat dengan menafsirkan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata sebagai landasan untuk dapat membuat suatu Perjanjian sebebas bebasnya tanpa suatu batasan dengan mengenyampingkan ketentuan-ketentuan Undang-undang yang Notabene lebih tinggi hirarkinya dibandingkan Perjanjian.  Sedangkan berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata disebutkan dengan jelas bahwa “Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang”, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan ataupun ketertiban umum”

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata tersebut maka sangat jelas Pembuatan Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama telah melanggar ketentuan Pasal 126 KUH Perdata point 3 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa harta bersama Bubar karena Perceraian, oleh karena Pembuatan Akta tersebut dibuat sebelum adanya Putusan Perceraian (inkrach van gewijsde)’

Bahwa sangat jelas dalam perkara a quo pada saat pembuatan Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama (gono-gini)  Pembanding/Penggugat konvensi /Tergugat Rekonvensi dengan Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi masih berstatus sebagai suami istri yang sah karena belum ada putusan perceraian antara keduanya yang telah dibuktikan dalam persidangan dengan daftar Bukti P-7.

Pertimbangan Judex Factie hal. 43 Paragraf ke 2 (dua) : “Menimbang bahwa terhadap ketentuan pasal 29 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 69/PUU-VIII/2016 tanggal 27 Oktober 2016 telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan Hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai :

Pasal 29 ayat (1) 

“pada waktu sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan Perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai Pencatat Perkawinan atau Notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”

Pasal 29 Ayat (3) 

“Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak Perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan dalam perjanjian perkawinan”

Pasal 29 Ayat 4

“Selama perkawinan berlangsung, perjanjian kawin dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah 4 atau mencabut dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga”.

Terhadap pertimbangan tersebut, kami sampaikan sebagai berikut:

Bahwa Pertimbangan Judex Factie Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersbut diatas tidaklah relevan dalam perkara a quo dengan mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 69/PUU-VIII/2016 tanggal 27 Oktober 2016 yang dalam hal ini Pembanding/Penggugat konvensi /Tergugat Rekonvensi ketahui putusan tersebut adalah putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 69/PUU-XIII/2015 yang pada pokoknya Putusan tersebut membahas terkait pembuatan Perjanjian terkait Pemisahan Harta Perkawinan bukan Pembagian harta bersama sebagaimana dalam perkara a quo;

Bahwa berdasarkan Putusan MKRI No. 69/PUU-XIII/2015 sebagaimana pertimbangan Judex Factie Pengadilan Negeri Jakarta Barat diatas dapat dilihat bahwa tidak ada ketentuan dalam Pasal 29 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974  ayat 1,3,4 yang menyebutkan memperbolehkan mengenyampingkan ketentuan dalam Undang-undang dalam pembuatan suatu Perjanjian, sedangkan sangat Jelas dan terang didalam Pasal 29 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974  ayat 2 yang berbunyi “Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas Hukum, Agama, dan kesusilaan.

Berdasarkan uraian 2 (dua) point diatas maka Pertimbangan Judex Factie Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara a quo TIDAK BENAR dan TIDAK TEPAT, dikarenakan:

Pada hakikatnya Putusan MKRI No. 69/PUU-XIII/2015 adalah terkait Perjanjian Pemisahan Harta Perkawinan yang merubah ketentuan Pasal 29 Ayat 1,2, dan 3 UU No. 1 tahun 1974 yang sebelumnya pemisahan harta perkawinan dapat dilakukan sebelum dan/atau saat berlangsungnya perkawinan, menjadi dapat dibuat sebelum dan atau selama dalam perkawinan. Sehingga sangat jelas bukan terkait pembagian Harta Bersama (gono-gini);

Bahwa yang perlu diperhatikan juga adalah dalam Putusan MKRI No. 69/PUU-XIII/2015  tersebut tidak merubah ketentuan dalam Pasal 29 Ayat 2 UU N0.1 tahun 1974 yang sangat jelas melarang dan tidak dapat disahkan suatu Perjanjian yang melanggar batas-batas Hukum.

Pertimbangan Judex Factie ( hal. 43 paragraf ke 3 dan hal. 44 paragraf ke 1) : ”Menimbang, bahwa dengan mendasarkan pada ketentuan pasal 1320 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan Pasal 29 Undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974 dan Putuasan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 69/PUU-VIII/2016 tanggal 27 Oktober 2016, maka perjanjian perkawinan dapat dilakukan bukan hanya sebelum perkawinan melainkan juga selama dalam ikatan perkawinan, sehigga Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama yang dibuat selama Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi masih dalam ikatan perkawinan terdapat landasan Hukumnya meskipun Pasal 126 KUH Perdata dan Pasal 128 KUH Perdata telah mengatur mengenai bubarnya harta persatuan karena Perceraian dan dengan bubarnya harta persatuan maka benda kesatuan dibagi dua antara suami dan istri. …dst’

Terhadap pertimbangan tersebut, kami sampaikan sebagai berikut:

Bahwa Pertimbangan Judex Factie  telah keliru menarik kesimpulan Hukum sebagaimana Pertimbangannya diatas dengan menghubungkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dengan Putusan MKRI No. 69/PUU-XIII/2015 dalam perkara a quo , karena dengan menghubungkan ke 2 (dua) ketentuan tersebut diatas dengan menggunakan Logika Hukum maka seharusnya kesimpulannya adalah sebagai berikut :

Bahwa ketentuan pasal 1320 KUH Perdata mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu : 

- Kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak

- Kecakapan dalam membuat suatu perikatan

- Suatu pokok persoalan tertentu

- Suatu sebab yang tidak terlarang

Dalam 4 (empat ) syarat tersebut terdapat syarat Objektif  Perjanjian yaitu :

- Objek/Perihal tertentu

- Kausa yang diperbolehkan/dihalalkan/dilegalkan

Bahwa berdasarkan ketentuan syarat Objektif Perjanjian tersebut maka sangat jelas bahwa Pembuatan Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama (gono-gini)  telah melanggar ketentuan Pasal 126 KUH Perdata point 3, sehingga ketentuan syarat objektif yaitu sesuatu yang halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, tidaklah terpenuhi.

Bahwa kemudian sebagaimana telah Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi jabarkan diatas terkait Putusan MKRI No. 69/PUU-XIII/2015 yang pada pokoknya Putusan tersebut adalah tentang Pemisahan harta Perkawinan bukanlah tentang Pembagian Harta bersama, karena jika Putusan terbut diterapkan dalam pembagian harta bersama maka terdapat pertentangan Hukum antara Putusan MKRI dengan ketentuan Undang-undang  KUH Perdata dan UU No. 1 tahun 1974 yang mengatur Pembagian Harta Bersama.

Bahwa berdasarkan penjabaran tersebut diatas maka kesimpulan yang sesuai dengan Logika Hukum adalah Pembuatan Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama (gono-gini)  tidaklah memiliki landasan Hukum dan BERTENTANGAN DENGAN HUKUM, karena sangat jelas bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata, Pasal 29 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974, dan Pasal 126 KUH Perdata.

Pertimbangan Judex Factie (hal. 44 paragraf 3) : “Menimbang, bahwa dengan uraian pertimbangan sebagaimana tersebut diatas , Penggugat Konvensi tidak dapat membuktikan dalilnya bahwa Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama (gono-gini) yang ditandatangani Penggugat dan Tergugat dihadapan Turut tergugat yang dibuat pada saat Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi masih terikat perkawinan adalah Perbuatan melawan Hukum yang dilakukan oleh Tergugat Konvensi. Oleh karenanya maka Petitum gugatan Penggugat Konvensi pada point angka 2 (dua) agar pengadilan menyatakan Tergugat Konvensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum haruslah ditolak. demikian juga Penggugat Konvensi Juga tidak dapat membuktikan bahwa Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang, sehingga Petitum pada point 3 (tiga) dan Point angka 4 (empat) terkait dengan Akta Kesepakatan Bersama pembagian Harta bersama (gono-gini)  No. 09 tertanggal 27 Oktober 2020 yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Turut tergugat hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat dibawah tangan dan menjadi tidak sah dan  tidak mempunyai kekuatan Hukum mengikat atau batal demi Hukum, haruslah di tolak pula. (hal. 44 paragraf 3)

Terhadap pertimbangan tersebut, kami sampaikan sebagai berikut:

Bahwa Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi tidak sependapat dengan pertimbangan Judex Factie tersebut diatas, karena fakta Hukum yang terungkap adalah Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi telah mengajukan bukti-bukti serta terungkapnya fakta Hukum keterangan dari saksi-saksi dari Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi yang relevan dengan dalil-dalil yang dikemukakan dalam Gugatan, akan tetapi Judex Factie  tidak mempertimbangkan hal tersebut;

Bahwa sedangkan fakta-fakta Hukum yang terungkap dalam persidangan adalah sebagai berikut :

Bahwa sangat jelas dan terang bahwa Bahwa pada saat penandatanganan Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini)yang dibuat oleh Turut Terbanding/ Turut Tergugat Konvensi status Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi masih sebagai Isteri yang sah dari Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi, belum terjadi perceraian dan hal tersebut diperkuat dengan Keterangan saksi dari Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi yang bernama ........ yang menyatakan bahwa dalam waktu yang bersamaan dilakukan penandatanganan 3 perjanjian yang antara lain “kesepakatan bercerai”dan “ Pembagian harta Bersama”;

Bahwa Sehingga sangat jelas status Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dengan  Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi pada saat itu masih berstatus suami istri. Oleh karena itu Perbuatan tersebut telah bertentangan dengan pasal 126 KUH Perdata disebutkan “Persatuan demi hukum menjadi bubar: 3e. karena perceraian “ ;

Bahwa dikarenakan Pembuatan Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini)  telah bertentangan dengan pasal 126 KUH Perdata dan adanya indikasi ITIKAD TIDAK BAIK dari Terbanding / Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi sebagaimana keterangan saksi yang menyatakan pada tanggal dan hari yang sama  mereka menandatangani perjanjian kesepakatan bercerai akan tetapi fakta hukumnya Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi telah mengajukan Gugatan Perceraian terlebih dahulu yang telah teregister di pengadilan Negeri ....... maka berdasarkan uraian tersebut Akta .....  TELAH BERTENTANGAN DENGAN HUKUM DAN ADANYA ITIKAD TIDAK BAIK sehingga tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian (syarat Objektif) sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu suatu sebab yang halal, dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang  ketertiban umum atau kesusilaan. dan berdasarkan  pasal 1335 KUHPerdata menyebutkan “ suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan”  sehingga dengan tidak dipenuhinya syarat objektif maka harus dinyatakan batal demi hukum (Null and Void) yang artinya dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada;

Bahwa dalam Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama  disebutkan bahwa Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi (suami) selaku pihak Pertama hanya memberikan uang kompensasi sebesar ........ kepada Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi (isteri) selaku pihak kedua;

Bahwa Mengenai harta benda dalam perkawinan diatur dalam Pasal 35 s/d Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 35 (1) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan: Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, dan menurut Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing - masing dan menurut penjelasan Pasal 37 UU No.1 Tahun 1974 menentukan bahwa yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya;

Bahwa Berdasarkan Pasal 128 KUH Perdata harta bersama dibagi dua antara suami dan isteri , Kemudian berdasarkan Yurisprudensi MARI No. 424 K/Sip/1959, Tanggal 9-12-1959 jo Yurisprudensi MARI No. 1615 K/Pdt/1993, Tanggal 29-4-1995, yang menentukan bahwa dalam hal terjadi perceraian harta gono gini harus dibagi antara suami dan isteri dengan masing-masing mendapat separoh. sehingga hal ini tentu saja menimbukan kerugian yang nyata terhadap Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi yang Notabene merupakan warga Negara Asing dan tidak mengerti Hukum yang berlaku di Indonesia karena tidak didampingi oleh kuasa Hukum dan tidak mendapatkan penjelasan oleh Turut Terbanding/Turut Tergugat Konvensi terkait haknya yang seharusnya mendapatkan 50% dari Harta bersama, sebagaimana keterangan saksi di persidangan;

Bahwa kerugian yang dialami oleh Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi  dengan dibuatnya Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini)  yaitu Total uang yang didapat apabila ke empat asset harta Bersama yang disebutkan dalam Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini) , dijual maka total uang yang dihasilkan sebesar kurang lebih .........dan apabila dibagi dua dengan Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dan Terbanding/Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi, maka masing-masing mendapatkan sebesar ........... dan yang menjadi bagian Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi, dikurangi dengan uang yang sudah diterima Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi sebesar ....... menjadi sebesar ....... uang yang seharusnya diterima oleh Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi;

Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas maka sangat tidak tepat dan keliru Pertimbangan Judex Factie Pengadilan Negeri ..... yang menyatakan Pembuatan Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini)  tidak terbukti melawan Hukum, karena Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini) telah bertentangan dengan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan menimbulkan kerugian yang nyata sebagaiman Fakta-fakta Hukum yang terungkap dalam Persidangan, oleh karena itu  Pembuatan Akta tersebut  SANGAT JELAS MERUPAKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM.


DALAM REKONVENSI

BAHWA PEMBADING /PENGGUGAT KONVENSI/ TERGUGAT REKONVENSI TIDAK SEPENDAPAT DENGAN PERTIMBANGAN JUDEX FACTIE PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT DALAM REKONVENSI YANG MENYATAKAN MENGABULKAN GUGATAN REKONVENSI TERBANDING/TERGUGAT KONVENSI/PENGGUGAT REKONVENSI

Pertimbangan Judex factie dalam Putusan No ......... dalam Rekonvensi pada halaman 48 - 49 yang pada pokoknya sebagai berikut:

Pertimbangan Judex Factie hal 48 paragraf 2 : “….bahwa penggugat rekonvensi telah melaksanakan kewajibannya sesuai isi Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini) yang ditandatangani tergugat rekonvensi dan Penggugat rekonvensi Dihadapan turut tergugat diamana Penggugat rekonvensi sudah menyerahkan uang sebesar Rp. .......  kepada tergugat rekonvensi oleh karena itu petitum gugatan rekonvensi pada point angka 2 agar Pengadilan menyatakan  akta Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini) ..... sah dan berharga dapat dikabulkan;

Pertimbangan Judex Factie Hal. 49 paragraf 1 : “….bahwa Tergugat Konvensi/penggugat Rekonvensi telah melaksanakan kewajibannya sesuai isi akta Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini) oleh karenanya menghukum Tergugat rekonvensi untuk mematuhi dan melaksanakan akta Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini);

Terhadap pertimbangan tersebut, kami sampaikan sebagai berikut:

Bahwa pertimbangan Judex factie  tersebut diatas telah keliru dan salah, dikarenakan permasalahan Hukum  dalam perkara a quo adalah perbuatan Melawan Hukum terkait Pembuatan Akta Kesepakatan Bersama Pembagian Harta Bersama (Gono-gini) yang bertentangan dengan Hukum dan menimbulkan kerugian yang nyata yang dialami Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi , dan bukanlah masalah pemenuhan suatu prestasi perjanjian sebagaimana pertimbangan Judex Factie”

Bahwa bagaimana mungkin pemenuhan suatu prestasi dalam Perjanjian yang (Null and Void) yang artinya dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada karena bertentangan dengan Hukum dan tidak memenuhi syarat Objektif sebagaimana Pasal 1320 KUH Perdata (sebab yang halal) dapat dibenarkan?;

Bahwa Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata sebagai landasan kebebasan berkontrak TIDAK BISA DIMAKNAI/DITAFSIRI untuk dapat membuat perjanjian sebebas bebasnya tanpa suatu batasan dengan mengenyampingkan ketentuan-ketentuan Undang-undang yang Notabene lebih tinggi hirarkinya dibandingkan Perjanjian.  Sedangkan berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata disebutkan dengan jelas bahwa “Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang”, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan ataupun ketertiban umum.


KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas dan juga analisis yang telah kami paparkan, maka kami selaku Penasihat Hukum Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dengan segala kerendahan hati kami, memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, agar sudi kiranya menjatuhkan putusan dengan amar putusan sebagai berikut :

  1. Menerima Permohonan Banding Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi;
  2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri ...... Nomor:.......

MENGADILI SENDIRI

DALAM POKOK PERKARA

Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya

Apabila Ketua Pengadilan Tinggi melalui Majelis Hakim Pengadilan Tinggi yang memeriksa, mengadili, memberikan pertimbangan hukum dan memberikan putusan atas perkara ini berpendapat lain, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, Mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex aequo et bono) berdasarkan nilai-nilai keadilan, kelayakan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.

Demikian Memori Banding Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi, atas perhatian, kebijakan serta dikabulkannya Memori Banding ini, Pembanding/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi mengucapkan terima kasih.


Hormat kami,

Law Office SWADIRI & PARTNERS


ERLANGGA SWADIRI, S.H.