Keputusan Pemerintah




Konsep-Konsep Hukum yang Berkaitan dengan Arti Penting Keputusan Pemerintah.

Keputusan Tata Usaha Negara sebagai suatu bentuk norma konkrit telah menempati posisi hukum yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal itu disebabkan : (1 ). Karakter penyelenggaraan pemerintaan lebih terfokus pada pelaksanaan tugas-tugas konkrit, dari pada penjabaran suatu undang-undang, yang lazimnya telah ditentukan secara ketat oleh pembentuk undang-undang; (2). Keputusan tata usaha Negara bersifat lebih praktis dan luwes ditinjau dari segi mekanisme pembuatannya, pelaksanaannya, dan peninjauan kembali/pembatalannya secara internal pemerintahan; dan (3). Ditinjau dari aspek pembuatannya, wewenang pembuatan suatu keputusan tata usaha Negara berada pada kewenangan pemerintahan (bestuursbevoegdheid) dan kewenangan diskresi pemerintahan (vrijebevoegdheid).

Dalam memahami arti penting keputusan pemerintah, perlu terlebih dahulu diketahui mengenai struktur norma dalam hukum administrasi Negara. Berkenaan dengan ini, H. D van Wijk/Willem Konijnenbelt mengatakan sebagai berikut : “Hukum material mengatur perbuatan manusia. Peraturan, norma, di dalam hukum administrasi negara memiliki struktur yang berbeda dibandingkan dengan struktur norma dalam hukum perdata dan pidana. Dalam hukum perdata atau pidana, kita menemukan secara langsung norma mengenai (apa yang diatur dalam hukum tertulis) dalam undang-undang. Dalam hukum administrasi negara struktur norma ditemukan pada berbagai tempat dan dalam dua atau lebih tingkatan, disana kita harus menemukan norma pada tingkatan-tingkatan peraturan hukum itu.

Selanjutnya, Indroharto menyebutkan sebagai berikut :

1. Keseluruhan norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum yang dikandung dalam Tap MPR, UU dan seterusnya sampai pada norma yang paling individual dan konkret yang dikandung dalam penetapan tertulis (beschikking); jadi suatu penetapan tertulis itu juga dapat mengandung suatu norma hukum seperti halnya pada suatu peraturan yang bersifat umum.

2. Pembentukan norma-norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh pembuat undang-undang (kekuasaan legislatif) dan badan-badan peradilan saja, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam hal ini badan atau jabatan tata usaha negara.

Mengenai sifat norma hukum itu sendiri, Philipus M. Hadjon membuat kualifikasi sebagai berikut :

1. Norma umum abstrak misalnya undang-undang;

2. Norma individual konkrit misalnya keputusan tata usaha negara;

3. Norma umum konkrit misalnya rambu-rambu lalu lintas yang dipasang di suatu tempat tertentu (rambu itu berlaku bagi semua pemakai jalan namun hanya berlaku untuk tempat itu);

4. Norma individual abstrak misalnya izin gangguan.

Dalam rangkaian norma hukum, keputusan tata usaha negara merupakan norma penutup. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang izin mendirikan bangunan. Dengan adanya PERDA tentang Garis Sempadan atau PERDA Bangunan, seseorang tidak dibenarkan mendirikan bangunan tanpa adanya izin mendirikan bangunan yang pada hakekatnya adalah suatu keputusan tata usaha negara.

Keterkaitan Antar Konsep.

Jika melihat konsep-konsep tersebut diatas, dapat dikemukakan beberapa keterkaitan satu sama lainnya sebagai berikut :

1. Keputusan Pemerintah merupakan salah satu norma hukum;

2. Keputusan Pemerintah merupakan norma hukum yang paling individual dan konkrit;

3. Keputusan Pemerintah bersifat lebih praktis dan luwes ditinjau dari segi mekanisme pembuatannya, pelaksanaannya, dan peninjauan kembali/pembatalannya;

4. Pembuatan keputusan pemerintah merupakan kewenangan pemerintahan dan kewenangan diskresi pemerintahan.


Pengertian Keputusan Pemerintah Menurut Para Sarjana.

a. Menurut H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat konkret dan individual (tidak ditujukan untuk umum) dan sejak dulu telah dijadikan instrumen yuridis pemerintahan yang utama.

b. Menurut P. de Haan dan kawan-kawan, ketetapan administrasi merupakan bagian dari tindakan pemerintahan yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari.

c. Menurut C.W. van der Pot, ketetapan adalah pernyataan kehendak dari organ pemerintahan untuk melaksanakan hal khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru, mengubah atau menghapus hubhungan hukum yang ada.

d. Menurut H.J. Romeijn, ketetapan adalah suatu pernayataan kehendak yang disebabkan oleh surat permohonan yang diajukan, tau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang dinyatakan.

e. Menurut C.J.N. Versteden, secara sederhana, definisi ketetapan dapat diberikan : suatu tindakan hukum publik sepihak dari organ pemerintahan yang ditujukan pada peristiwa konkret.

f. Menurut J.B.J.M. ten Berge, ketetapan adalah keputusan hukum public yang bersifat konkret dan individual : keputusan itu berasal dari organ pemerintahan, yang didasarkan pada kewenangan hukum publik. Dibuat untuk satu atau lebih individu atau berkenaan dengan satu atau lebih perkara atau keadaan. Keputusan itu memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau organisasi, memberikan kewenagan hak pada mereka.

g. Menurut R.J.H.M Huisman, secara umum ketetapan dapat diartikan ; keputusan yang berasal dari organ pemerintahan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.

h. Menurut Sjachran Basah, Beschikking adalah keputusan tertulis dari administrasi Negara yang mempunyai akibat hukum.

i. Menurut E. Utrecht, Beschikking adalah perbuatan hukum publik bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).

j. Menurut W.F. Prins dan R. KosimAdisapoetra, Beschikking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenang yang luar biasa.

Perbedaan Antara Acte Administratie dengan Putusan Hakim dan Undang-Undang.

No.

Perbedaan

Acte Administratie

Putusan Hakim

Undang-Undang

1.

Dari segi kewenangan mengeluarkan.

Kewenagan berada pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Kewenagan mutlak berada pada Hakim.

Kewenangan berada pada pembentuk undang-undang (legislative)

2.

Dari segi bentuk.

Tertulis-tidak tertulis.

Tertulis dan diucapkan oleh Hakim di persidangan.

Tertulis.

3.

Dari segi substansi.

Pelaksanaan dari undang-undang dan diskresi.

Penerapan undang-undang dan keyakinan Hakim.

Pengaturan umum.

4.

Dari segi sifat norma.

Individual-konkret-final

Umum-individual-konkret-final.

Umum-abstrak.


Bentuk Tindak Pemerintahan dalam Praktek Pemerintahan.

Tindak pemerintahan pada dasarnya dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu tindak pemerinthan berdasarkan atas hukum (rechtshandeling) dan tindak pemerintahan berdasarkan atas fakta (feitelijkhandelingen). Rechtshandeling dibedakan atas tindakan berdasar hukum privat dan tindakan berdasar hukum publik. Tindakan hukum publik selanjutnya dibedakan atas tindakan sepihak (eenzijdig) dan tindakan berbagai pihak (meerzijdig).

Contoh tindakan pemerintahan berdasarkan hukum privat misalnya, ketika Kabupaten membeli beberapa mobil bus baru untuk kepentingan perusahaannya, Kabupaten melaksanakan perjanjian jual beli yang didasarkan pada hukum perdata.

Contoh tindakan pemerintahan berdasarkan hukum publik sepihak misalnya, pemberian IMB, SK Pengangkatan Pegawai, pemberian subsidi, perintah pengosongan rumah dan sebagainya.

Contoh tindakan pemerintahan berdasarkan hukum publik berbagai pihak misalnya, peraturan bersama antar Kabupaten atau antara Kabupaten dengan Provinsi.

Tindak Pemerintahan Berdasarkan Hukum Publik Bersegi Dua Menurut Para Sarjana.

Dikalangan para sarjana terjadi perbedaan pendapat mengenai sifat tindakan hukum ini. Sebagian menyatakan bahwa perbuatan hukum yang terjadi dalam lingkup hukum publik selalu bersifat sepihak atau hubungan hukum bersegi satu (eenzijdig). Bagi mereka tidak ada perbuatan hukum public yang bersegi dua, tidak ada perjanjian yang diatur oleh hukum publik.

Sementara itu, sebagian penulis menyatakan, ada perbuatan hukum pemerintahan bersegi dua (tweezijdig). Mereka mengakui adanya perjanjian yang diatur oleh hukum publik seperti kortverband contract atau perjanjian kerja yang berlaku selama jangka pendek.

Indroharto bahkan menyebutkan bahwa tindakan hukum tata usaha Negara itu selalu bersifat sepihak. Tindakan hukum tata usaha Negara itu dikatakan bersifat sepihak, karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum tata usaha Negara yang memiliki kekuatan hukum itu pada akhirnya tergantung kepada kehendak sepihak dari badan atau jabatan tata usaha Negara yang memiliki wewenang pemerintahan untuk berbuat demikian.

Menurut W.F. Prins, yang lebih lazim terjadi ialah pernyataan kehendak pemerintah dijadikan titik berat dalam pelaksanaannya, sedangkan pihak yang bersangkutan, yang melahirkan awal usahanya, menjadi tergeser kebelakang, sekalipun kemudian ditentukan bahwa pihak yang bersangkutan harus menyetujui penawaran yang diberikan oleh pemerintah kepadanya.

Menurut saya, tindak pemerintahan berdasarkan atas hukum publik bersegi dua sudah tidak relevan dengan perkembangan hukum dewasa ini. Karena pada hakekatnya, bahwa Negara atau pemerintahan memiliki kewenangan untuk memaksakan kehendaknya dalam rangka melakukan pelayanan terhadap publik, demi terwujudnya suatu kesejahteraan masyarakat. Jika suatu Negara atau pemerintahan melakukan sebuah perjanjian atau penawaran, tapi kemudian tidak terjadi suatu kesepakatan. Maka kegiatan pelayanan publik akan terhambat. Intinya Negara/pemerintah atau memiliki otoritas atau kewenangan tertinggi dalam menjalankan kegiatan pemerintahan. Karena secara tidak langsung masyarakat telah memberikan sebagian hak-haknya untuk diatur oleh Negara/pemerintah.




PERAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BADUNG SEBAGAI INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI KABUPATEN BADUNG



PENDAHULUAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung sebagai salah satu instrumen Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam penegakan hukum lingkungan harus dapat melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan di bidang pengendalian dampak lingkungan.


PEMBAHASAN

Dasar Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 28 H dan Pasal 33 ayat (3), Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 2, Peraturan Bupati Badung No. 35 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Badung yang merupakan penjabaran Perda Kabupaten Badung No. 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah, Keputusan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Badung No. 1299 Tahun 1999 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Tingkat II Badung dan pada tanggal 3 Juni disahkan dengan Perda No. 2 Tahun 2000, sejalan dengan peningkatan pelaksanaan Otonomi Daerah, ditingkatkan lagi dengan disahkannya Perda No. 2 Tahun 2001 Tentang Organisasi danTata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung serta Peraturan Bupati Badung N0. 1616 Tahun 2002 Tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah. Tahun 2007 terbit Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2001 Tentang Organisasi Perangkat Daerah dan disahkan dengan Perda No. 7 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Perangkat Kerja Daerah yang diperkuat dengan Peraturan Bupati Badung No. 35 Tahun 2008.

Analisa

Menurut Siti Sundari Rangkuti, keberadaan hukum bagi masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai “agent of stability” dengan fungsi perlindungan dan kepastian bagi masyarakat, serta sebagai “agent of development” atau “agent of change” dengan fungsi sebagai sarana pembangunan (Siti Sundari Rangkuti; 1986 : 1). Fungsi-fungsi seperti itu dimaksudkan untuk dapat mencapai tujuan hukum itu sendiri, yakni mencapai ketertiban, keadilan dan kepastian hokum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara. Dalam pada itu, aparatur pemerintah berkewajiban mengusahakan agar setiap kaidah dapat ditaati masyarakat menurut tata cara yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam proses penegakan hukum (termasuk juga dalam Hukum Lingkungan), baik pemerintah Indonesia maupun masyarakat berkewajiban bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini sejalan dengan tuntutan reformasi untuk mewujudkan supremasi hukum dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).

Sehubungan dengan upaya perlindungan kelestarian lingkungan hidup beserta fungsinya, salah satu instrumen yang dapat dilakukan melalui penerapan sanksi hukum, seperti sanksi hukum administrasi, sanksi perdata (tanggung jawab perdata) serta sanksi pidana (A. Hamzah; 1995 : 63).

Krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang berkepanjangan melanda Indonesia, memberikan kesan bahwa berbagai sistem dan subsistem yang ada dalam tatanan kehidupan bernegara seolah-olah tidak mampu lagi mengakomodasi berbagai tantangan yang dihadapi. Aparatur pemerintahan yang pada awalnya diciptakan untuk memberikan keteraturan dan pelayanan kepada masyarakat dalam berbagai kehidupan seolah-olah sudah jenuh dan memerlukan perombakan. Orang mulai

berpaling kembali kepada hukum dan lembaga peradilan, apakah hukum masih sebagai benteng terakhir dari keadilan ? Harapan terhadap peranan hokum dan lembaga peradilan untuk member penyegaran kepada masyarakat atas berbagai kekacaubalauan yang terjadi

menunjukkan pemikiran supremasi hokum dipertanyakan implementasinya.

Masalah lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. suatu Undang-Undang yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengen pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.

Menurut Sudikno Mertokusumo supremasi hukum dikenal juga dengan the rule of law (negara hukum) yang diartikan dengan the governance not by man but by law (Sudikno Mertokusumo; 2000 : 2). Dalam hal ini dianut suatu “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi (Ismail Suny; 1984 : 8).

Hukum dijadikan guiding principle bagi segala aktivitas organorgan negara, pemerintahan, pejabatpejabat beserta rakyatnya. Hampir semua aktivitas di bidang kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan harus berdasar atau dapat ditelusuri benang

merahnya kepada hukum. Oleh karena itu, tindakan pemerintah yang bersifat melawan hukum (onrechmatig), melanggar wewenang (onbevoegdheid), sewenang-wenang (willekeur), ataupun menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir) dalam menjalankan kewenangannya merupakan hal terlarang di Indonesia sebagai suatu negara hukum. Demikian pula sebaliknya, masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam baik yang dapat maupun tidak terbaharui haruslah juga didasarkan pada hukum. Perselisihan kepentingan antar manusia atau dengan pemerintah dan sebaliknya hanya dapat dilakukan melalui jalur-jalur hukum yang telah disediakan baik melalui lembaga di luar maupun di

dalam lembaga peradilan, serta bukan dengan cara-cara yang tidak sah seperti main hakim sendiri (eigenrichting).

Undang-Undang No. 32 Tahun 200 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) mendasari kebijaksanaan lingkungan di Indonesia, karena Undang-Undang, peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya merupakan instrumen kebijaksanaan (instrumenten van beleid). Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan dami kepastian hukum dan mencerminkan arti penting hukum bagi penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen hukum kebijaksanaan lingkungan (juridische milieubeleidsinstrumenten) tetapkan oleh pemerintah melalui berbagai sarana yang bersifat pencegahan, atau setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal kualitas lingkungan.

Upaya penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.

Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :

1. Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.

2. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.

3. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.

Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang:

a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;

b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota;

c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH kabupaten/kota;

d. menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;

e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota;

f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;

g. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;

h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;

i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan;

j. melaksanakan standar pelayanan minimal;

k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hokum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;

l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;

m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;

n. memberikan memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;

o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan

p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota.

Sebagai salah satu instrumen Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam rangka melakukan perlindungan dan pemgelolaan lingkungan hidup. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung memiliki visi untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup damlam menunjang pembangunan berwawasan lingkungan yang dijiwai Tri Hita Karana.

Dalam rangka melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, maka ditetapkan misi BLH Kabupaten Badung sebagai berikut :

1. Mewujudkan peningkatan pengawasan, pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan.

2. Mewujudkan pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan.

3. Mewujudkan peran serta masyarakat serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup.

4. Mewujudkan penerapan penataatan hukum lingkungan hidup guna meminimalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

5. Mewujudkan peningkatan koordinasi dalam pengawasan permasalahan lingkungan.

Sejalan dengan visi dan misi tersebut, BLH Kabupaten Badung memiliki tugas pokok yaitu membantu Kepala Daerah dalam menelenggarakan Pemerintahan di bidang pengendalian dampak lingkungan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Peraturan Bupati Badung No.. Untuk melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Peraturan Bupati Badung No.35 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Badung yang merupakan penjabaran Perda Kabupaten Badung No. 7 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah maka BLH Kabupaten Badung mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pengendalian dampak lingkungan dalam arti penegakan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

2. Pengawasan terhadap sumber dan kegiatan-kegiatan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

3. Pelaksanaan, pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan.

4. Penerapan dan pengawasan pelaksanaan RKL dan RPL serta pengendalian pelaksanaan Amdal.

5. Penerapan dan pengembangan fungsi informasi lingkungan.

6. Penyuluhan/pembinaan dan peningkatan peran serta masyarakat.

7. Melakukan urusan kesekretariatan.

Selain melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut diatas, BLH Kanupaten Badung juga mempunyai tugas lain yaitu :

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian dampak lingkungan.

2. Pelayanan penunjang Pemerintah Kabupaten.

Selama ini, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung Sebagai Insrumen penegakan hukum lingkungan khususnya di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Belum mampu bekerja banyak dalam hal terjadi kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan. BLH hanya bersifat melakukan koordinasi dengan Dinas Teknis lainnya dalam hal melakukan pemantauan, pengawasan, pembinaan dan evaluasi. Sanksi terberat dapat dijatuhkan terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran, hanya sebatas menarik izin tidak sampai kepada penjatuhan sanksi pidana. Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :

1. Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau
2. Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup

Menurut Ketut Dharmaningsih, SE (Kasubbag Informasi Lingkungan BLH Kabupaten Badung), hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain :

1. Belum adanya acuan hukum yang pasti di lingkungan Kabupaten Badung kaitannya dengan penjatuhan sansi pidana.

2. Pembuktian yang sulit dalam hal terjadi kegiatan perusakan dan pencemaran lingkungan.

3. Sulit untuk menentukan sumber dampak terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan.


PENUTUP

 Simpulan

Adapun simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia.

2. Penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran lingkungan masih sangat lemah.

3. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung sebagai salah satu insrumen dalam penegakan hukum lingkungan khususnya di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Badung masih sangat lemah dalam menerapkan sanksi terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran lingkungan di daerah Kabupaten Badung.

1. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus lebih ditingkatkan lagi baik oleh Pemerintah, swasta maupun masyarakat agar tercipta suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi kehidupan manusia.

2. Membentuk suatu aturan hukum yang pasti dalam rangka penegakan hokum lingkungan kaitannya dalam hal melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.

3. Melakukan pembuktian terbalik terhadap para pelaku tindak perusakan dan pencemaran lingkungan, jika terjadi suatu perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan.



DAFTAR BACAAN

1. Priyatna. “Makalah Perubahan Ketentuan Pengelolaan Sumber Daya Air”.

2. Arya Utama, I Made. “Gugatan Ganti Kerugian Oleh Kelompok Perwakilan Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Lingkungan”.

3. NN. “Instrumen-instrumen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup”.

4. NN. “Tugas Penegakan Hukum Lingkungan”.

5. “Visi, Misi dan Tupoksi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung” disarikan : Ka.Sub. Bid Informasi Lingkungan.

6. “Rekapitulasi Laporan TKP2LH Kabupaten Badung Tahun 2009”.

7. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

8. Undang-Undang N0. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.