KEWENANGAN PERWIRA PENYERAH PERKARA (PAPERA), ATASAN YANG BERHAK MENGHUKUM (ANKUM) DAN ODITUR



KEWENANGAN PERWIRA PENYERAH PERKARA (PAPERA), ATASAN YANG BERHAK MENGHUKUM (ANKUM) DAN ODITUR

a. Kewenangan PAPERA

Di dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Pasal 122, menyebutkan bahwa :

(1) Perwira Penyerah Perkara adalah:

a. Panglima;

b. Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk komandan/kepala kesatuan bawahan masing-masing paling rendah setingkat dengan Komandan Komando Resor Militer, untuk bertindak selaku Perwira Penyerah Perkara.

Sedangkan, kewenangan PAPERA tercantum dalam Pasal 123 yang menyebutkan bahwa :

(1) Perwira Penyerah Perkara mempunyai wewenang:

a. memerintahkan Penyidik untuk melakukan penyidikan;

b. menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan;

c. memerintahkan dilakukannya upaya paksa;

d. memperpanjang penahanan;

e. menerima atau meminta pendapat hukum dari Oditur tentang penyelesaian suatu perkara;

f. menyerahkan perkara kepada Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili;

g. menentukan perkara untuk diselesaikan menurut Hukum Disiplin Prajurit; dan

h. menutup perkara demi kepentingan hukum atau demi kepentingan umum/militer.

(2) Kewenangan penutupan perkara demi kepentingan umum/militer hanya ada pada Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1) huruf a.

(3) Panglima selaku Perwira Penyerah Perkara tertinggi melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan wewenang penyerahan perkara oleh Perwira Penyerah Perkara lainnya.

b. Kewenangan Oditur

Di dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1997 menyebutkan bahwa : “Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi, Oditurat Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Oditurat Militer Pertempuran yang selanjutnya disebut Oditurat adalah badan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia”. Selanjutnya, Pasal 47 menyebutkan bahwa :

(1) Oditurat melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

(2) Oditurat adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam melakukan penuntutan.

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 maka Oditurat diklasifikasikan menurut Pasal 49 menjadi :

a. Oditurat Militer;

b. Oditurat Militer Tinggi;

c. Oditurat Jenderal; dan

d. Oditurat Militer Pertempuran.

Oditurat yang tercantum dalam Pasal tersebut, yang masing-masing memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :

Kewenangan Oditurat Militer diatur dalam Pasal 64, yang menyebutkan bahwa :

(1) Oditurat Militer mempunyai tugas dan wewenang:

a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang Terdakwanya:

1) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;

2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Kapten ke bawah;

3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer;

b. melaksanakan penetapan Hakim atau putusan Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum;

c. melakukan pemeriksaan tambahan.

(2) Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Oditurat Militer dapat melakukan penyidikan.

Kewenangan Oditurat Militer tinggi diatur dalam Pasal 65, yang menyebutkan bahwa:

(1) Oditurat Militer Tinggi mempunyai tugas dan wewenang :

a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang Terdakwanya adalah:

1) Prajurit atau salah satu Prajuritnya berpangkat Mayor ke atas;

2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya atau salah satu Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Mayor ke atas; dan 3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi;

b. melaksanakan penetapan Hakim atau putusan Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum;

c. melakukan pemeriksaan tambahan.

(2) Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Oditurat Militer Tinggi dapat melakukan penyidikan.

Kewenangan Oditurat Jenderal diatur dalam Pasal 66, yang menyebutkan bahwa :

Oditurat Jenderal mempunyai tugas dan wewenang:

a. membina, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Oditurat;

b. menyelenggarakan pengkajian masalah kejahatan guna kepentingan penegakan serta kebijaksanaan pemidanaan; dan

c. dalam rangka penyelesaian dan pelaksanaan penuntutan perkara tindak pidana tertentu yang acaranya diatur secara khusus, mengadakan koordinasi dengan Kejaksaan Agung, Polisi Militer, dan badan penegak hukum lain.

Kewenangan Oditurat Militer Pertempuran diatur dalam Pasal 68, yang menyebutkan bahwa :

(1) Oditurat Militer Pertempuran mempunyai tugas dan wewenang:

a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana;

b. melaksanakan penetapan Hakim atau putusan Pengadilan Militer Pertempuran.

(2) Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Oditurat Militer Pertempuran dapat melakukan penyidikan sejak awal tanpa perintah Oditur Jenderal dalam hal ada perintah langsung dari Panglima atau Komandan Komando Operasi Pertempuran.

c. Kewenangan ANKUM

Kewenangan mengenai Atasan Yang Berhak Menghukum diatur dalam Pasal 74 UU No. 31 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa :

Atasan yang Berhak Menghukum mempunyai wewenang:

a. melakukan penyidikan terhadap Prajurit bawahannya yang ada di bawah wewenang komandonya yang pelaksanaannya dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b atau huruf c;

b. menerima laporan pelaksanaan penyidikan dari Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b atau huruf c;

c. menerima berkas perkara hasil penyidikan dari Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b atau huruf c; dan

d. melakukan penahanan terhadap Tersangka anggota bawahannya yang ada di bawah wewenang komandonya.