PERAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BADUNG SEBAGAI INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI KABUPATEN BADUNG



PENDAHULUAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung sebagai salah satu instrumen Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam penegakan hukum lingkungan harus dapat melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan di bidang pengendalian dampak lingkungan.


PEMBAHASAN

Dasar Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 28 H dan Pasal 33 ayat (3), Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 2, Peraturan Bupati Badung No. 35 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Badung yang merupakan penjabaran Perda Kabupaten Badung No. 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah, Keputusan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Badung No. 1299 Tahun 1999 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Tingkat II Badung dan pada tanggal 3 Juni disahkan dengan Perda No. 2 Tahun 2000, sejalan dengan peningkatan pelaksanaan Otonomi Daerah, ditingkatkan lagi dengan disahkannya Perda No. 2 Tahun 2001 Tentang Organisasi danTata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung serta Peraturan Bupati Badung N0. 1616 Tahun 2002 Tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah. Tahun 2007 terbit Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2001 Tentang Organisasi Perangkat Daerah dan disahkan dengan Perda No. 7 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Perangkat Kerja Daerah yang diperkuat dengan Peraturan Bupati Badung No. 35 Tahun 2008.

Analisa

Menurut Siti Sundari Rangkuti, keberadaan hukum bagi masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai “agent of stability” dengan fungsi perlindungan dan kepastian bagi masyarakat, serta sebagai “agent of development” atau “agent of change” dengan fungsi sebagai sarana pembangunan (Siti Sundari Rangkuti; 1986 : 1). Fungsi-fungsi seperti itu dimaksudkan untuk dapat mencapai tujuan hukum itu sendiri, yakni mencapai ketertiban, keadilan dan kepastian hokum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara. Dalam pada itu, aparatur pemerintah berkewajiban mengusahakan agar setiap kaidah dapat ditaati masyarakat menurut tata cara yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam proses penegakan hukum (termasuk juga dalam Hukum Lingkungan), baik pemerintah Indonesia maupun masyarakat berkewajiban bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini sejalan dengan tuntutan reformasi untuk mewujudkan supremasi hukum dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).

Sehubungan dengan upaya perlindungan kelestarian lingkungan hidup beserta fungsinya, salah satu instrumen yang dapat dilakukan melalui penerapan sanksi hukum, seperti sanksi hukum administrasi, sanksi perdata (tanggung jawab perdata) serta sanksi pidana (A. Hamzah; 1995 : 63).

Krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang berkepanjangan melanda Indonesia, memberikan kesan bahwa berbagai sistem dan subsistem yang ada dalam tatanan kehidupan bernegara seolah-olah tidak mampu lagi mengakomodasi berbagai tantangan yang dihadapi. Aparatur pemerintahan yang pada awalnya diciptakan untuk memberikan keteraturan dan pelayanan kepada masyarakat dalam berbagai kehidupan seolah-olah sudah jenuh dan memerlukan perombakan. Orang mulai

berpaling kembali kepada hukum dan lembaga peradilan, apakah hukum masih sebagai benteng terakhir dari keadilan ? Harapan terhadap peranan hokum dan lembaga peradilan untuk member penyegaran kepada masyarakat atas berbagai kekacaubalauan yang terjadi

menunjukkan pemikiran supremasi hokum dipertanyakan implementasinya.

Masalah lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. suatu Undang-Undang yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengen pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.

Menurut Sudikno Mertokusumo supremasi hukum dikenal juga dengan the rule of law (negara hukum) yang diartikan dengan the governance not by man but by law (Sudikno Mertokusumo; 2000 : 2). Dalam hal ini dianut suatu “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi (Ismail Suny; 1984 : 8).

Hukum dijadikan guiding principle bagi segala aktivitas organorgan negara, pemerintahan, pejabatpejabat beserta rakyatnya. Hampir semua aktivitas di bidang kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan harus berdasar atau dapat ditelusuri benang

merahnya kepada hukum. Oleh karena itu, tindakan pemerintah yang bersifat melawan hukum (onrechmatig), melanggar wewenang (onbevoegdheid), sewenang-wenang (willekeur), ataupun menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir) dalam menjalankan kewenangannya merupakan hal terlarang di Indonesia sebagai suatu negara hukum. Demikian pula sebaliknya, masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam baik yang dapat maupun tidak terbaharui haruslah juga didasarkan pada hukum. Perselisihan kepentingan antar manusia atau dengan pemerintah dan sebaliknya hanya dapat dilakukan melalui jalur-jalur hukum yang telah disediakan baik melalui lembaga di luar maupun di

dalam lembaga peradilan, serta bukan dengan cara-cara yang tidak sah seperti main hakim sendiri (eigenrichting).

Undang-Undang No. 32 Tahun 200 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) mendasari kebijaksanaan lingkungan di Indonesia, karena Undang-Undang, peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya merupakan instrumen kebijaksanaan (instrumenten van beleid). Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan dami kepastian hukum dan mencerminkan arti penting hukum bagi penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen hukum kebijaksanaan lingkungan (juridische milieubeleidsinstrumenten) tetapkan oleh pemerintah melalui berbagai sarana yang bersifat pencegahan, atau setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal kualitas lingkungan.

Upaya penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.

Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :

1. Penegakan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.

2. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.

3. Penegakan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.

Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang:

a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;

b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota;

c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH kabupaten/kota;

d. menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;

e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota;

f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;

g. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;

h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;

i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan;

j. melaksanakan standar pelayanan minimal;

k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hokum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;

l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;

m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;

n. memberikan memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;

o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan

p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota.

Sebagai salah satu instrumen Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam rangka melakukan perlindungan dan pemgelolaan lingkungan hidup. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung memiliki visi untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup damlam menunjang pembangunan berwawasan lingkungan yang dijiwai Tri Hita Karana.

Dalam rangka melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, maka ditetapkan misi BLH Kabupaten Badung sebagai berikut :

1. Mewujudkan peningkatan pengawasan, pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan.

2. Mewujudkan pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan.

3. Mewujudkan peran serta masyarakat serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup.

4. Mewujudkan penerapan penataatan hukum lingkungan hidup guna meminimalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

5. Mewujudkan peningkatan koordinasi dalam pengawasan permasalahan lingkungan.

Sejalan dengan visi dan misi tersebut, BLH Kabupaten Badung memiliki tugas pokok yaitu membantu Kepala Daerah dalam menelenggarakan Pemerintahan di bidang pengendalian dampak lingkungan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Peraturan Bupati Badung No.. Untuk melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Peraturan Bupati Badung No.35 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Badung yang merupakan penjabaran Perda Kabupaten Badung No. 7 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah maka BLH Kabupaten Badung mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pengendalian dampak lingkungan dalam arti penegakan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

2. Pengawasan terhadap sumber dan kegiatan-kegiatan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

3. Pelaksanaan, pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan.

4. Penerapan dan pengawasan pelaksanaan RKL dan RPL serta pengendalian pelaksanaan Amdal.

5. Penerapan dan pengembangan fungsi informasi lingkungan.

6. Penyuluhan/pembinaan dan peningkatan peran serta masyarakat.

7. Melakukan urusan kesekretariatan.

Selain melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut diatas, BLH Kanupaten Badung juga mempunyai tugas lain yaitu :

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian dampak lingkungan.

2. Pelayanan penunjang Pemerintah Kabupaten.

Selama ini, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung Sebagai Insrumen penegakan hukum lingkungan khususnya di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Belum mampu bekerja banyak dalam hal terjadi kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan. BLH hanya bersifat melakukan koordinasi dengan Dinas Teknis lainnya dalam hal melakukan pemantauan, pengawasan, pembinaan dan evaluasi. Sanksi terberat dapat dijatuhkan terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran, hanya sebatas menarik izin tidak sampai kepada penjatuhan sanksi pidana. Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :

1. Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau
2. Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup

Menurut Ketut Dharmaningsih, SE (Kasubbag Informasi Lingkungan BLH Kabupaten Badung), hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain :

1. Belum adanya acuan hukum yang pasti di lingkungan Kabupaten Badung kaitannya dengan penjatuhan sansi pidana.

2. Pembuktian yang sulit dalam hal terjadi kegiatan perusakan dan pencemaran lingkungan.

3. Sulit untuk menentukan sumber dampak terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan.


PENUTUP

 Simpulan

Adapun simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia.

2. Penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran lingkungan masih sangat lemah.

3. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung sebagai salah satu insrumen dalam penegakan hukum lingkungan khususnya di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Badung masih sangat lemah dalam menerapkan sanksi terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran lingkungan di daerah Kabupaten Badung.

1. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus lebih ditingkatkan lagi baik oleh Pemerintah, swasta maupun masyarakat agar tercipta suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi kehidupan manusia.

2. Membentuk suatu aturan hukum yang pasti dalam rangka penegakan hokum lingkungan kaitannya dalam hal melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.

3. Melakukan pembuktian terbalik terhadap para pelaku tindak perusakan dan pencemaran lingkungan, jika terjadi suatu perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan.



DAFTAR BACAAN

1. Priyatna. “Makalah Perubahan Ketentuan Pengelolaan Sumber Daya Air”.

2. Arya Utama, I Made. “Gugatan Ganti Kerugian Oleh Kelompok Perwakilan Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Lingkungan”.

3. NN. “Instrumen-instrumen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup”.

4. NN. “Tugas Penegakan Hukum Lingkungan”.

5. “Visi, Misi dan Tupoksi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung” disarikan : Ka.Sub. Bid Informasi Lingkungan.

6. “Rekapitulasi Laporan TKP2LH Kabupaten Badung Tahun 2009”.

7. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

8. Undang-Undang N0. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.